* Peringkat hasil ujian nasional
Menyadari tantangan menghadang di depan, Drs Laisani M.Si langsung melakukan konsolidasi pasca dilantik menjadi kepala Dinas Pendidikan Aceh, 25 Januari 2017. Tidak menunggu lama. Pada hari kedua bertugas, ia langsung menggelar pertemuan dengan seluruh jajaran, memetakan masalah, lantas menetapkan sejumlah agenda sebagai tahapan menuju peningkatan kualitas pendidikan daerah ini. Kebijakan pertama yang menjadi prioritas mantan kepala Sekretariat Majelis Pendidikan Aceh (MPA) – sebelumnya MPD itu adalah meningkatkan hasil ujian nasional (UN), sesuatu yang telah lama menjadi harapan masyarakat.
“Hasil UN Aceh harus meningkat. Impian kita, kalau tidak urutan lima, minimal 10 besar,” katanya optimis dalam pertemuan dengan para kepala bidang jajaran Disdik. Meski indeks integritas penyelenggaraan UN di Aceh disebut-sebut berada di urutan pertama nasional, tapi nilai akademis yang dicapai anak rata-rata masih rendah.
Selama dua tahun terakhir, katanya, peringkat Aceh belum pernah masuk lima besar nasional. Inilah yang membuat Laisani gusar. Dia meminta seluruh kepala bidang menciptakan suasana kondusif, solid, dan bersinergi dalam melaksanakan tugas.
Menurut kepala dinas, nilai rata-rata UN untuk jurusan IPA Aceh tahun 2015 berada di urutan 8 nasional, tahun 2016 turun ke urutan 22. Untuk urusan IPS, tahun 2015 pada ranking 6 nasional turun ke peringkat 19 pada 2016. Peningkatan yang lumayan bagus terjadi pada bidang studi Bahasa Indonesia yang pada tahun 2015 berada di urutan 21 nasional, pada 2016 naik ke posisi 18.
Untuk 2017, Laisani mengajak seluruh unsur pelaku birokrasi dinas itu dan sekolah sekolah di bawah binaannya untuk mematok target kenaikan nilai UN. Untuk IPA dan IPS dari urutan 22 dan 19 pada 2016 ke level 5 pada 2017. Sedangkan untuk Bahasa Indonesia dari posisi 18 besar nasional ditargetkan bisa berada pada posisi 10. Target yang ditancapkan Laisani sekaligus menjadi tantangan bagi Dinas Pendidikan Aceh.
Sebab, tahun ini merupakan tahun pertama instansi itu menerima pelimpahan wewenang pengelolaan SMA/SMK serta pendidikan khusus dan layanan khusus (PKLK) dari kabupaten/ kota. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memerintahkan bahwa mulai tanggal 1 Januari 2017, pengelolaan SMA/SMK dan PKLK ditarik ke provinsi.
Sedangkan jenjang lainnya tetap menjadi tanggung jawab kabupaten/kota. Tantangan yang dihadapi Dinas Pendidikan Provinsi tentu tidak mudah. Beragam dinamika yang ada pada proses penyelenggaraan pendidikan jenjang SMA/SMK yang selama ini berada di bawah binaan kabupaten/kota, kini pindah menjadi urusan provinsi. Hitam-putih warna pendidikan itu sekarang menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan Aceh. Ini adalah tahun pertama pelimpahan kewenangan itu. Ini masa transisi. Biasanya, masa transisi, rentan menimbulkan masalah.
Ini mudah dipahami, karena berbagai unit kerja harus melakukan adaptasi dengan pekerjaan baru. Lebih-lebih lagi instansi yang baru menerapkan sruktur organisasi dan tata kerja (SOTK) baru dengan personil yang rata-rata baru pula.Oleh sebab itu, sebelum melangkah lebih jauh, Laisani lebih dulu membangun soliditas tim, kolaborasi dan iklim kondusif. Pada tahapan berikutnya, baru menerapkan program kerja satu demi satu.
Untuk memperbaiki UN, sejumlah langkah mulai dijajaki. Yang pertamaadalah membuat peta situasi daya serap siswa kelas III pada seluruh SMA/SMK. Untuk mengukur kinerja kurikulum tersebut, kepala Dinas Pendidikan Aceh membuat kegiatan pra-UN dengan menggandeng sebuah lembaga swasta yang sudah berpengalaman melaksanakan tryout pra- UN. Kegiatan ini telah berlangsung tanggal 22 Februari di seluruh SMA/ SMK di Aceh. “Meski soalnya tidak persis sama dengan naskah UN, setidaknya hasil tryout bisa memberi gambaran pemetaan yang berguna untuk melakukan pengayaan kata kepala dinas saat rapat dengan tim yang bertugas menganalisis hasil pra-UN.
Tim yang menganalisis hasil tryout telah merampungkanpekerjaannya. Hasil pemetaan selanjutnya dikirim ke seluruh sekolah melalui UPTD Pusat pengembangan Mutu Guru (PPMG) yang kemudian mengkoordinir berbagai aktivitas seperti pengayaan terhadap siswa, analisis butir soal di forum MGMP maupun Diklat. Sasaran utamanya adalah sekolahsekolah dengan tingkat daya serap kurikulum yang relatif rendah. Kepala Bidang Pembinaan SMA dan PKLK Dinas Pendidikan Aceh, Zulkifli S.Pd, M.Pd, yang memimpin tim analisis hasil tryout mengatakan, mereka mengelompokkan tingkat kesukaran soal ke dalam tiga tingkatan: mudah, sedang, dan sukar.
Dari ketiga tingkat kesukaran tersebut, sekolah sekolah dari daerah tertentu yang memiliki persentase daya serap terendah ditetapkan sebagai fokus garapan. Harapanya tentu agar bisa mengubah keadaan; para siswa dapat meningkatkan penguasaan materi pelajaran. Zulkifli yang juga merangkap sebagai ketua panitia UN Provinsi Aceh menambahkan, ada tiga mata pelajaran yang dijadikan sasaran uji kemampuan untuk mengukur daya serap siswa, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika. Dijelaskan, sesuai hasil analisis diperoleh gambaran nilai rata-rata tiap mata pelajaran sebagaimana terlihat dalam grafik.
(adv)
SERAMBINEWS.COM